Berita Forex Indonesia – Pergerakan nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta Selasa (23/2) pagi hingga siang bergerak menguat sebesar 35 poin menjadi Rp 13.403 dibandingkan sebelumnya di posisi Rp 13.438 per dolar AS. Kurs rupiah bergerak menguat terhadap dolar AS seiring dengan harga minyak mentah dunia yang terapresiasi. Minimnya data ekonomi domestik membuat pergerakan rupiah cenderung lebih mengikuti dinamika perekonomian global, harga minyak mentah dunia yang naik membantu penguatan mata uang domestik.
Terpantau pada pagi ini, harga minyak mentah jenis WTI Crude pada Selasa (23/2), berada di level USD 31,48 per barel. Sementara minyak mentah jenis Brent Crude di posisi USD 34,32 per barel. Diproyeksikan, penguatan rupiah berpeluang berlanjut melihat optimisme penguatan harga minyak mentah dunia. Isu negatif mengenai pembatasan maksimum marjin bunga bersih (net interest margin/NIM) perbankan oleh regulator tidak mengganggu laju penguatan rupiah terhadap dolar AS.
Pelemahan laju dolar AS merespon pernyataan pejabat bank sentral Amerika Serikat (The Fed) yang sepakat untuk menunda kenaikan tingkat suku bunga AS (Fed fund rate) dikarenakan besarnya tingkat volatilitas pasar. Situasi itu membebani The Fed untuk mempertimbangkan laju kenaikan suku bunga sehingga membuka peluang bagi laju rupiah untuk terapresiasi terhadap dolar AS.
Di sisi lain, Bank Indonesia (BI) menilai rupiah bergerak stabil dengan tren menguat, didorong oleh meningkatnya aliran modal asing. Kondisi itu seiring dengan risiko pasar keuangan global yang semakin mereda dan persepsi positif terhadap ekonomi domestik. Gubernur Bank Indonesia Agus DW Martowardojo mengatakan, selama triwulan IV 2015 nilai tukar rupiah menguat sebesar 6,27% secara point to point (ptp) dan mencapai level Rp 13.785 per dolar AS. Penguatan terus berlanjut hingga Januari 2016. Rupiah berhasil menguat 0,1% (ptp) dan ditutup di level Rp 13.775 per dolar AS pada akhir Januari 2016.
Tren apresiasi rupiah lanjut Agus, ditopang oleh meningkatnya aliran masuk modal asing, terutama ke pasar surat berharga negara. Hal itu didorong oleh persepsi positif investor terhadap arah perekonomian Indonesia, seiring dengan penurunan BI Rate, paket kebijakan Pemerintah untuk memperbaiki iklim investasi, serta semakin efektifnya implementasi berbagai proyek infrastruktur.
Selain itu, semakin meredanya risiko pasar keuangan global, yang tercermin dari perkiraan path FFR yang lebih dovish, turut mendorong apresiasi Rupiah. Ke depan, Bank Indonesia akan tetap menjaga stabilitas nilai tukar sesuai dengan nilai fundamentalnya. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong perbankan untuk meningkatkan laba ditahan dengan mengurangi dividend pay out ratio. Peningkatan laba ditahan diharapkan menjadi likuiditas segar yang bisa digunakan untuk menopang pertumbuhan kredit tahun ini.